FANTASIKU
“Hei,
jangan duduk disini. Kamu tidak mengerti
kamu itu pembawa sial. Semua orang selalu sial kalau di dekat kamu.” Dalam
satu hari ini, sudah lima orang mengatakan hal yang sama kepadanya. Hal
tersebut memang beralasan. Pak Dinand penjaga sekolah tersetrum listrik ketika
memperbaiki laboratorium yang saat itu ditemaninya sekitar sebulan yang lalu.
Terakhir, Alan sahabat akrabnya mengalami patah tulang kaki setelah mengantarnya
pulang dari kampus kemarin.
Kali
ini ia benar-benar tidak tahan. “Itu bukan salahku. Memang sudah takdirnya
saja yang begitu.” “Takdir baik yang menjadi sial setelah adanya kamu.”
Irvin menyanggah perkataan Daryl. Helen yang mendengar pertengkaran itu, pergi
meninggalkan kantin dan diikuti beberapa temannya. Entah hal apa yang membuat Irvin
begitu membenci Daryl. Daryl bukanlah pemuda yang suka mencari-cari masalah
dengan orang lain. Irvin selalu
mempengaruhi teman-teman Daryl agar menjauhi Daryl.
Sudah agak
hilang harapan Daryl dengan adanya kejadian itu. Namun ia tetap tidak menyerah
sebelum memastikannya. Ia pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Alan. “Lebih
baik kamu keluar dari sini sekarang juga Daryl. Aku tidak mau kondisiku lebih
buruk lagi.” Dunia seakan-akan berhenti berputar saat itu. Daryl tak dapat
berkata apa-apa lagi. Benar-benar sirna harapannya. Sahabat terbaiknya pun
memikirkan hal yang sama tentang dirinya.
“Ibu,
ayah. Bawa aku pergi bersama kalian. Tidak ada lagi tempat untukku di bumi
ini.” Daryl memejamkan matanya dan perlahan-lahan
berjalan mendekati sebuah sumur tua di taman belakang kampusnya. Untuk sejenak
ingatan tentang sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang dikasihinya mengisi
segenap alam pikirnya. Daryl naik ke dinding sumur dan melihat seekor ular
besar sedang menanti tubuhnya di dasar sumur tua itu. “Ampuni aku Tuhan.
Maafkan aku ibu.” Daryl pun melompat dan wujudnya tidak terlihat lagi.
Alan
benar-benar bingung saat ini. Ia berpikir apa bedanya dirinya dengan
orang-orang yang membenci Daryl. “Mengapa aku menghukum sahabatku karena
kecerobohanku sendiri?” Alan benar-benar menyesal dengan kejadian kemarin. “Harusnya
aku bisa mengontrol emosiku.” Air mata mulai menetes ke pipinya. “Sudahlah
sayang. Kamu sembuh saja dulu. Secepatnya kita meminta maaf pada Daryl.” Helen
mencoba menenangkan Alan.
Tak
terhitung berapa kali Alan mengunjungi rumah Daryl. Alan dan Helen benar-benar
menyesal. Mereka ikut merasa bersalah dengan hilangnya Daryl. “Terakhir kali
bibi melihat Daryl pulang kuliah sekitar tiga bulan yang lalu.” Kata Bibi Janis
kepada Alan dan Helen. “Wajahnya kelihatan sangat sedih dan lesu saat itu.”
“Baiklah Bi. Kalau Daryl sudah pulang beri tahu kami ya bi. Ini no handphone
saya.” Mereka meninggalkan Bibi Janis setelah sebelumnya sempat memeriksa
isi rumah Daryl.
“Kenapa
aku ada disini?” Daryl berusaha bangkit. “Apa aku sudah mati?” Seorang
pria tua mendekatinya dengan membawa dedaunan obat-obatan. “Paman ini siapa?”
Daryl masih belum percaya dengan kondisinya. “Harusnya kamu jangan bertindak
sebodoh itu.” Daryl masih bingung apa maksud dari perkataan pria tua itu. “Ular
peliharaanku yang membawamu ke sini.” Daryl terkejut melihat seekor ular
berukuran besar sedang melingkar di sudut rumah itu. Daryl masih merasakan
sakit di belakang kepalanya.
“Terimalah
sisik ular ini. Sisik ular ini akan membantumu kembali ke kehidupan orang-orang
yang kamu sayangi.” Daryl mengambil sisik ular itu. “Cukup tempelkan
sisik ular itu di tangan kananmu. Kekuatan yang tidak kamu sadari akan membantu
setiap perbuatanmu. Tetapi, ada sesuatu yang harus kamu ingat. Tidak boleh ada
seorang pun yang mengetahui rahasia sumur tua yang berada di belakang kampusmu.
Sumur itu adalah sarang ular ganas itu. Sumur itu mempunyai lubang yang
langsung mengarah ke tempat penyimpanan perhiasan berharga yang selama ini
dicari-cari dan sangat diinginkan semua orang. Ularku akan membunuh siapa saja
yang berani masuk ke dalam sumur tua itu.”
Pria
tua itu memberikan sebuah cermin kepada Daryl. “Kenapa wujudku tidak ada di
cermin?” Daryl mulai panik dengan keadaannya. “Inilah kegunaan sisik
ular itu. Sebenarnya wujud dan nyawamu telah berpisah saat kamu memutuskan
untuk bunuh diri. Tetapi ular saktiku berhasil menyelamatkanmu. Hanya saja ia
tidak dapat menyatukan wujudmu dengan nyawamu. Kamulah yang harus melakukannya.
Maka dari itu, wujudmu telah disembunyikan oleh sang ular agar tidak ada yang
mengusiknya.”
Daryl
memalingkan pandangannya ke arah ular itu. “Terima kasih ular. Kau telah
menyelamatkanku.” Daryl bangkit dan mendekati ular itu. “Tetapi
ingatlah perkataanku ini.” Daryl terkejut karena ular itu dapat berbicara.
“Kamu bisa berbicara?” “Ya. Tetapi ingatlah. Wujud dan
nyawamu akan kembali bersatu jika ada tiga orang yang mengucapkan terima kasih
kepadamu. Sebaliknya, jika ada tiga orang yang bertambah membencimu, nyawamu
tak ada gunanya lagi karena wujudmu akan berubah menjadi ular selamanya. Yang
terpenting, jika kamu melakukan bunuh diri lagi, bersiap-siaplah menjadi
mangsaku. Karena orang seperti itu tidak ada gunanya lagi untuk hidup.” “Kenapa
seperti itu?” “Karena inilah takdir yang harus kamu jalani. Takdir
karena kamu telah berani masuk ke dalam sumur rahasia kepunyaanku. Sekarang
tempelkanlah sisik ular itu ke tangan kananmu.”
“Aku
pasti bisa menjadi manusia lagi.” Daryl segera menempelkan sisik
ular itu ke tangan kanannya. Dengan sekejap mata, sisik ular itu berubah
menjadi sebuah gelang. “Sekarang lihatlah ke cermin ini.” Pria tua itu
memberikan cermin ajaibnya kepada Daryl. “Wujudku sudah terlihat di cermin.
Luka di kepalaku juga telah hilang.” “Ya. Manusia biasa pun sudah bisa
melihatmu.” Kata sang ular sakti.
“Sekarang
pejamkan matamu. Aku akan mengembalikanmu ke alammu.” Daryl segera memejamkan
matanya. Tiba-tiba ia terbangun dan telah berada di tempat tidurnya. “Apa
aku bermimpi?” Daryl melihat pergelangan tangan kanannya. Ia melihat sebuah
gelang di tangan kanannya. Ia menatap ke cermin dan melepaskan gelang itu. Bayangan
tubuhnya tiba-tiba hilang dari cermin dan gelang itu kembali menjadi sisik
ular. Ia kembali menempelkan sisik ular itu dan bayangannya kembali ada di
cermin. Ia mendengar suara pria tua itu lagi. “Cepatlah Daryl. Jangan
sia-siakan waktumu. Begitu banyak orang yang membencimu saat ini.
Berhati-hatilah.” “Ternyata ini nyata. Terima kasih paman, terima kasih ular
sakti.”
“Daryl.
Tolong maafkan aku dan Helen. Kami telah menyakiti hatimu. Apa kamu mau
memaafkan kami?” Ucap Alan penuh rasa penyesalan. “Tentu saja. Hanya
kalian berdua yang aku miliki di dunia ini.” “Terima kasih Daryl.”
Ucap Helen penuh haru. “Tapi, kamu berada dimana selama ini?” tanya Alan.
“Aku tidak pergi kemana-mana. Aku hanya membutuhkan sedikit waktu untuk
sendirian. Maafkan aku karena sudah membuat kalian cemas.” “Seharusnya
kami yang meminta maaf karena tidak ada saat kamu membutuhkan kami.” “Tak
apa-apa. Yang penting kita bisa bersama lagi.”
Malam
ini Daryl bermaksud keluar rumah untuk membuktikan perkataan pria tua dan ular sakti
itu. Ia mendengar jeritan seorang perempuan. Daryl mencari sumber suaranya dan
melihat seorang wanita sedang dipukuli seorang pria di dalam mobil. Daryl
segera menarik pria itu keluar dari mobil. Dengan sekali pukulan pria itu
langsung ambruk dan darah segar keluar dari mulutnya. Wanita itu segera menghampiri Daryl dan
sekuat-kuatnya menampar Daryl. “Dasar pria bodoh. Apa yang kamu lakukan pada
pacarku. Bagaimanapun juga aku tidak bisa membencinya.”
Niat Daryl
untuk melakukan sebuah kebaikan justru menyakiti hati wanita itu. “Maafkan
saya nona.” Wanita itu hanya menangis dan membantu pacarnya yang pingsan
masuk ke dalam mobil. “Aku benar-benar menyesal nona. Biarkan aku yang
mengantar kalian. Pikirkan keselamatan nona. Tidak mungkin selamanya nona
dipukuli seperti tadi.” “Tidak usah. Perbaiki saja jiwa kriminalmu.
Dasar tukang pukul. Aku sangat membencimu” Wanita itu langsung tancap gas meninggalkan
Daryl. Tiba-tiba saja Daryl merasa sangat kedinginan. Ia melihat sebuah titik
hitam timbul di gelangnya. “Apa ini?” Pikir Daryl. “Kamu gagal Daryl.
Satu orang telah bertambah membencimu.” Suara ular itu terdengar lagi.
Sesampainya di rumah, ia melihat sisik ular di bahunya. “Tidak mungkin
terjadi.”
Daryl
benar-benar terkejut dengan kejadian tadi malam. Sisik ular dibahunya tidak
bisa dihilangkan. Ia sangat ketakutan saat ini. “Bagaimana kalau selamanya
aku menjadi ular? Aku tidak mau.” Selama beberapa hari Daryl hanya
mengurung diri dikamarnya. “Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku hanya
perlu mengontrol diriku. Aku tidak mau terperangkap dalam ketakutan selamanya.
Apapun resikonya harus aku hadapi.”
Tidak
berapa jauh ia keluar dari rumahnya, ia mendengar bibi Janis menjerit meminta
pertolongan. Daryl segera menuju rumah bibi Janis dan mendobrak pintu rumahnya.
Daryl melihat seorang penjahat bertopeng sedang membekap bibi Janis sementara tiga
penjahat lainnya sedang membongkar lemari bibi Janis. “Lepaskan wanita itu.”
bentak Daryl. Penjahat itu mendorong bibi Janis dan mengarahkan pistolnya ke
arah Daryl. Sebuah tembakan dilepaskan ke kepala Daryl. Daryl mampu menghindar.
Sejurus kemudian, Daryl telah mengikat ke empat penjahat itu. “Terima kasih Daryl.
Bibi pasti sudah mati kalau kamu tidak ada.” Daryl melihat sebuah titik putih
timbul di gelangnya. “Aku juga berterima kasih kepada Bibi.” Ia berpikir
ternyata orang-orang terdekatnya juga membutuhkan bantuannya.
Daryl
tak henti-hentinya memikirkan semua kejadian yang dialaminya. Ia tidak bisa berkonsentrasi
dan mengikuti perkuliahan sebagaimana biasanya. “Kenapa ini bisa terjadi
padaku? Aku tidak bisa membayangkan jika wujudku menjadi ular selamanya. Tiba-tiba
terdengar suara ricuh di luar kelas. Benda-benda di ruangan itu pun bergoyangan.
Seluruh mahasiswa panik dan bermaksud keluar dari kelas. Kipas angin yang
sedang berputar lepas dari dudukannya. Dengan segera Daryl menarik dosen yang
sedang berdiri di bawah kipas angin itu dan membawanya ke luar kelas.
“Terima
kasih Daryl. Apa jadinya bapak jika tidak ada kamu.” Daryl melihat sebuah
titik putih muncul di gelangnya. Teman-teman sekelas Daryl pun ikut gembira
dengan selamatnya sang dosen dari maut. Kecuali Irvin. Ia masih saja membenci Daryl.
Irvin semakin membenci Daryl dengan adanya kejadian itu karena teman-teman Daryl
mulai menghilangkan gelar pembawa sial dari nama Daryl.
Saking
gembiranya dengan dua ucapan terima kasih yang telah dikumpulkannya, Daryl
pergi ke sumur rahasia dan menemui sang ular sakti dan menceritakan semuanya
kepada sang ular sakti. Daryl tidak menyadari bahwa Irvin mengikutinya ke
tempat itu. Irvin telah mengetahui semuanya. Ia berniat menggagalkan misi Daryl.
Irvin membuat skenario seolah-olah Daryl telah merebut Helen dari Alan.
“Alan,
kami tidak mungkin melakukan hal itu.” Daryl mencoba meyakinkan Alan. “Benar
sayang. Tidak mungkin aku berkhianat di belakangmu. Kamu harus percaya sama
aku.” “Aku tidak tahu harus percaya pada siapa saat ini. Lebih baik
kalian pergi dari kehidupanku. Dan Daryl, aku benar-benar membencimu.”
Titik
hitam bertambah menjadi dua di gelang Daryl. “Bagaimana ini? Hidupku
benar-benar dipertaruhkan. Siapa yang bisa mengerti keadaanku? Sekarang ada dua
titik hitam. Tuhan tolong aku. Tidak. Aku tidak mau menjadi ular selamanya.
Lebih baik aku mati dimangsa ular itu.” Daryl semakin kecewa setelah
melihat sisik ular muncul di sekitar dadanya. Malam itu juga Daryl mengeluarkan
mobilnya dan menuju sungai di kota. “Semua ini tidak ada gunanya. Pada
akhirnya hal ini harus aku lakukan juga.”
Daryl
telah berada di tepi jembatan dan benar-benar siap untuk melompat. Tiba-tiba
ada tangan yang menariknya. Daryl terkejut ketika melihat wajah orang yang
menolongnya. “Kenapa kamu melakukan hal ini. Aku pikir kamu pria yang kuat. Apa
gunanya kamu mati. Masalahmu tidak akan selesai.” Wanita yang diselamatkan Daryl
ketika dipukuli pacarnya dulu telah menyelamatkan hidup Daryl. “Dengan
perkataanmu, aku mulai membuka pikiranku dan sudah bisa melupakan pacarku yang
emosional itu. Aku benar-benar berterima kasih. Sejak kejadian malam itu juga
aku tidak bisa melupakan kamu dan terus berusaha mencarimu. Aku jatuh cinta
padamu. Sebelumnya maaf. Namaku Gloria.” Daryl benar-benar merasa aneh.
Lepas dari maut, malah bertemu dengan cinta sejatinya. “Namaku Daryl.”
Jawabnya dengan lembut.
Dengan
kehadiran Gloria, semangat Daryl kembali lagi untuk mematahkan kutukan sumur
rahasia. Hari-hari Daryl lebih berwarna lagi sejak datangnya Gloria dalam
kehidupannya. Daryl menceritakan keadaannya kepada Gloria, Alan dan Helen. Hubungan
Alan dan Helen pun kembali membaik karena skenario yang dibuat Irvin tidak
terbukti.
Irvin
benar-benar emosi. Irvin mendatangi sumur rahasia. Biasanya ia melihat sosok ular
yang sangat besar di dalam sumur itu. “Mengapa ular sebesar itu dibiarkan
hidup disini?” Kali ini ia tidak melihat ada ular di dalamnya. “Lebih
baik aku mengambil perhiasan berharga yang dikatakan Daryl. Dan sakit hatiku
sedikit terobati.”
Daryl
telah mencium kebusukan Irvin. Daryl, Gloria, Alan dan Helen berniat mencegah Irvin
dan menyusulnya ke sumur rahasia. Tapi terlambat. Irvin telah berhasil masuk ke
sumur itu. Mereka mendengar jeritan Irvin dari dalam sumur. Daryl langsung
menceburkan diri ke dalam sumur itu. Irvin telah dililit oleh ular itu. “Kamu
tidak bisa menyelamatkannya Daryl. Dia telah berani memasuki sumur rahasiaku.”
“Maafkan dia ular. Dia mengetahui sumur rahasia ini karena aku. Jadi
bebaskanlah dia. Aku berjanji tidak akan ada lagi yang mengganggu sumur ini.”
Ular itu berubah pikiran dan melepaskan Irvin.
Irvin
sangat bersyukur telah diselamatkan Daryl. “Terima kasih Daryl. Kamu memang
sahabat sejati. Aku benar-benar menyesal telah memusuhimu selama ini.”
Seketika itu pula titik putih di gelang Daryl bertambah menjadi tiga. “Terima
kasih Tuhan.” Sisik di tubuh Daryl raib begitu saja. Gelang di tangan Daryl
pun kembali berubah wujud menjadi sisik ular dan Daryl memasukkannya ke dalam
sumur rahasia. Sumur rahasia itu pun menghilang dari tempat itu. “Kami semua
menyayangimu Daryl.”
Daryl tidak percaya telah mengalami kejadian yang sangat berharga yang
telah merubah dirinya dan hidupnya. Daryl perlahan memejamkan matanya. Ingatan
ketika ia melompat ke dalam sumur rahasia tiba-tiba terulang kembali. Terdengar
suara pria tua itu lagi “Jangan pernah berpikir untuk membenci kehidupanmu. Masih
banyak orang-orang yang menyayangimu seiring berjalannya waktu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar